Demi
memperkecil efek virus corona bagi perekonomian, pemerintah telah merilis
berbagai stimulus fiskal bagi masyarakat dan sektor terdampak. Paket stimulus
pertama difokuskan untuk meredam risiko pada sektor pariwisata, yaitu hotel,
restoran, dan kawasan wisata di daerah.
Paket stimulus berikutnya, pemerintah
memberikan insentif pajak untuk meredam dampak wabah virus corona. Kementerian
keuangan memberikan 4 jenis insentif pajak terkait ketentuan Pajak Penghasilan
(PPh) pasal 21, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 25, dan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) tertuang pada PMK No. 23 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib
Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Untuk menopang konsumsi rumah tangga
miskin, pemerintah juga menyediakan jaring pengaman sosial dengan berbagai
tahapan. Mulai dari pemberian bantuan lewat Program Keluarga Harapan (PKH) dan
bantuan sosial (bansos). Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif bagi
karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) melalui BPJS
Ketenagakerjaan. Insentif juga akan diberikan untuk menangani wabah virus
corona khususnya di bidang kesehatan.
Berbagai
langkah di atas tentu akan berdampak pada postur Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Tak hanya dari sisi belanja, tetapi juga dari sisi
pembiayaan. Menteri keuangan telah merelaksasi defisit APBN 2020 dari asumsi
awal 1,76% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 2,5% dari PDB. Lantaran
berbagai insentif terus bergulir, pemerintah juga menyiapkan postur APBN
perubahan dengan kemungkinan pelebaran defisit anggaran yang melebihi batas
yang ditetapkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu sebesar 3%
terhadap PDB.
Di
sisi moneter, Bank Indonesia (BI) juga melakukan berbagai langkah untuk
mendukung stimulus fiskal. BI kembali memangkas suku bunga BI 7 day reverse
repo rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5% dan suku bunga deposit facility
sebesar 25 bps menjadi 3,75% dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps
menjadi 5,25%. Selainn itu, BI juga telah menetapkan 7 langkah kebijakan
sebagai kelanjutan stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah
penyebaran virus corona.
Namun, kebijakan- kebijakan
pemerintah dirasa masih kurang efektif, dikarenakan sasaran yang ingin dicapai
masih kurang tepat. Mengingat penyebaran virus corona yang sangat cepat,
Seharusnya pemerintah benar-benar focus mempercepat dan tidak menomor duakan
penanganan pada permasalahan kesehatan masyarakat serta pengadaan peralatan penunjang para medis,
alat test, serta obat-obatan lainnya. Bagi tenaga medis, terutama mereka yang
bekerja di rumah sakit rujukan juga akan diberikan insentif.
Pemerintah saat
ini dinilai masih mementingkan kondisi ekonomi negara dibandingkan dengan
kondisi kesehatan masyarakatnya. Ini dapat dilihat dari pemberlakuan pembatasan
kontak fisik yang masih dinilai setengah-setengah pelaksanaannya karna dirasa
pemerintah malah lebih mementingkan masalah ekonomi yang harusnya dijadikan
prioritas kedua setelah kesehatan. Selain itu, Covid-19 sudah membuat pelaku usaha
UMKM berhenti sejenak, maka pemerintah juga harus memikirkan bagaimana
masyarakat bisa kembali berproduksi lagi nanti saat wabah sudah selesai.